Orang tua mana yang tidak ingin mengajarkan kejujuran pada
putra-putri kesayangannya. Berbuat baik bukankah amanah yang diberikan
Sang Pencipta kepada keluarga? Inikah wajah ironi negeri yang katanya
menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan? Panca Sila?
Seorang ibu di sebuah pemukiman penduduk di Jl Gadel Sari Barat,
Kecamatan Tandes, Surabaya, harus mengalami kenyataan pahit, ibu Siami
dan keluarga diteriaki warga di sekitar tempat tinggalnya.
“Usir, usir… Pergiiiiii……… kami tak ingin orang seperti ini di kampung kami!”
teriakan penduduk di sekitar rumah keluarga tersebut. Menggema di Balai
RW 02 Kelurahan Gadel, Kecamatan Tandes, Surabaya, hari Kamis, 9 Juni
lalu. Kerumunan orang menuntut Ny Siami meninggalkan
kampung. Perempuan berkerudung biru itu hanya bisa menangis pilu. Hanya
untuk menenangkan hati warga ia mengalah, kemudian meminta maaf bila
maksud baiknya disalah-artikan. Penduduk tak mau mengerti, teriakan
massa terus melontarkan hujatan dan caci maki tanpa akhir.
Cerita bermula saat pelaksanaan Ujian Nasional (UN)
2011 di SD II Gadel, Tandes, Surabaya. Situasi menjelang ujian
berlangsung berkembang sedemikian rupa, seperti ada yang mengkoordinir
para siswa, mereka dikumpulkan yang ranking 1 sampai dengan ranking 10
dan dibagi ke dalam beberapa kelompok. “Anak-anak itu bertanggung
jawab memberikan jawaban kepada siswa lain yang rankingnya di bawah
mereka. Aksi ini sebenarnya diorganisir dan diketahui oleh kepala
sekolah karena memberikan kesepakatan tertulis,” demikian diungkapkan oleh Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait seperti dikutip dari pemberitaan sebuah media nasional.
Masyarakat sepertinya menganggap hal tak lazim sebagai suatu
kewajaran. Apakah memang ada (suatu sistem yang mereka pahami seharusnya
begitu) yang memberi contoh tentang hal ini?
Seperti terdengar dari suara pembelaan masyarakat di sekitar kampung
tersebut, warga menyatakan bahwa menyontek sudah terjadi di mana-mana
dan wajar dilakukan siswa agar bisa lulus. Menyontek sudah biasa?
Prof Daniel M Rosyid, Ketua Tim Independen Dinas Pendidikan,
yang juga Penasihat Dewan Pendidikan Jatim, menanggapi suara
masyarakat di sana saat mediasi warga dengan ibu Siami hari Kamis, ”Menyontek
adalah awal dari korupsi. Jika perbuatan curang ini sudah dianggap
biasa, maka ini akan membuka perilaku yang lebih menghancurkan
masyarakat. Tentu tidak ada yang mau demikian,” ujarnya.
Bila kejujuran di usia muda (lingkungan SD) sudah dianggap hal biasa, tak perlu heran segala upaya yang dilakukan para elite negeri ini sungguh hanya sekedar meraih simpati dalam meraih suara. Soal moral masyarakat terserah mereka.
UN yang heboh tentu tak ingin dianggap pokok permasalahan. Lalu salah siapa, kalau begitu?
Tulisan dari : Stories That You Want to Know...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar