Setiap orang yang melaksanakan fungsi
kepemimpinan harus mampu memberdayakan orang lain agar mau melakukan
upaya-upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Memberdayakan berarti “memasukkan daya ke dalam”, atau “menyalurkan
energi dan antusiasme”. Dengan perkataan lain, member- dayakan berarti membuat
usaha yang sistematis dan berkesinambungan untuk memberi orang lain informasi,
pengetahuan, dukungan, dan kesempatan yang lebih banyak guna melatih kekuatan
mereka untuk meraih keberhasilan. Maka tahap pertama dalam memberdayakan orang
lain adalah menjaga agar jangan sampai mengulang melakukan apapun yang bisa
membuat mereka merasa tak berdaya atau yang mengurangi energi dan antusiasme
mereka atas apa yang mereka lakukan.
Sebelum membahas lebih jauh tentang upaya memberdayakan
orang lain, marilah kita evaluasi dulu, apakah kita selama ini sudah cukup
memberdayakan orang lain.
A. Memberdayakan Orang Lain
Kebutuhan yang paling mendalam dari masing-masing orang
adalah harga diri, merasa dianggap penting, bernilai, dan bermanfaat. Apa pun
yang kita lakukan dalam interaksi dengan mereka, pasti akan mempengaruhi harga
diri mereka. Kita harus mempunyai kerangka acuan yang sangat tepat untuk
menentukan segala sesuatu yang dapat kita lakukan untuk mendorong harga diri mereka, dan karenanya
juga memunculkan perasaan kekuatan pribadi mereka. Berikanlah kepada mereka apa
yang kita sukai bagi diri kita sendiri.
Tiga hal sederhana yang dapat kita lakukan setiap hari
untuk memberdayakan orang lain dan membuat mereka merasa nyaman dengan diri
mereka sendiri akan diuraikan di bawah ini.
1)
Apresiasi (Appreciation)
Mungkin hal paling sederhana untuk membuat orang lain
merasa nyaman dengan dirinya sendiri adalah ekspresi kita yang berkesinambungan
atas segala hal yang mereka lakukan, besar maupun kecil. Katakan “terima kasih”
dalam setiap kesempatan yang sesuai.
Makin banyak kita mengucapkan terima kasih atas apa yang
mereka lakukan untuk kita, makin banyak hal yang akan mereka lakukan. Setiap
saat kita berterima kasih pada mereka, kita telah menjadikan mereka merasa
lebih baik. Kita membangkitkan rasa harga diri mereka dan meningkatkan self-image
mereka. Kita membuat mereka merasa dipentingkan. Kita membuat mereka merasa
bahwa mereka berharga dan berguna. Kita telah memberdayakan mereka.
Bila kita mengembangkan sikap penghargaan yang mengalir
dengan tulus dari diri kita kedalam seluruh interaksi kita dengan orang lain,
kita akan sangat terkejut dengan kenyataan mengenai betapa populernya kita dan
betapa orang lain sangat berhasrat untuk membantu kita dalam melakukan apa pun
yang kita kerjakan.
2)
Pendekatan (Approach)
Cara kedua untuk membuat orang menjadi merasa dipentingkan,
untuk meningkatkan harga diri mereka, dan memberikan mereka rasa kekuatan dan
berenergi adalah dengan banyak menggunakan pujian dan pendekatan. Ken Blanchard
(Brian, 2007) menyarankan untuk memberikan “pujian satu menit” pada setiap
kesempatan. Jika kita memberikan pujian dan pendekatan yang jujur dan tulus
kepada orang lain atas prestasi mereka, besar maupun kecil, kita akan
dikejutkan dengan kenyataan betapa banyaknya orang yang menyukai kita dan
betapa banyaknya orang yang dengan sukarela mau membantu kita mencapai tujuan.
Ada hukum resiproksitas psikologis yang menyatakan “jika
anda merasa baik tentang diri saya, maka saya akan menemukan cara untuk membuat
anda merasa baik tentang diri anda”. Dengan perkataan lain, orang akan selalu
mencari cara membalas kebaikan kita kepada mereka. Jika kita mencari setiap
kesempatan untuk melakukan dan mengatakan sesuatu yang membuat orang lain
merasa nyaman tentang diri mereka, kita akan heran dengan tidak hanya bagaimana
senangnya perasaan kita, tapi juga heran dengan hal-hal menakjubkan yang mulai
terjadi di sekitar kita.
3)
Perhatian (Atention)
Cara ketiga untuk memberdayakan orang lain, membangun harga
diri, dan membuat mereka merasa penting adalah memberikan perhatian penuh
terhadap mereka saat mereka bicara. Sebagian besar orang sangat disibukkan
dengan usaha untuk didengar, yang membuat mereka jadi tidak sabar saat orang
lain bicara. Ingatlah, satu kegiatan paling penting yang harus dilakukan dari
waktu ke waktu adalah mendengarkan secara sungguh-sungguh terhadap orang lain
saat mereka berbicara atau mengeksresikan diri.
B. Mendengarkan Orang Lain (Listening)
Menjadi pendengar yang baik merupakan salah satu syarat
mutlak bagi seorang pengawas untuk bisa memiliki pengaruh terhadap kepala
sekolah, guru, dan staf sekolah lainnya. Dengan memiliki pengaruh, seorang
pengawas memiliki bekal yang lebih baik untuk memberdayakan para perangkat
sekolah tersebut sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Apa yang ada pada tubuh kita sebenarnya sudah menggambarkan
bagaimana seharusnya kita menggunakannya secara bijak agar bisa memberikan
manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Sebagai contoh, kita memiliki satu
mulut dan dua telinga, artinya kita dituntut untuk lebih banyak mendengar
daripada berbicara.
Sayangnya, kita tidak terbiasa untuk terampil menggunakan
telinga kita untuk mendengar lebih banyak daripada berbicara. Padahal, dengan
banyak mendengar, akan makin banyak pula informasi yang kita dapatkan. Dengan
banyak informasi, kita pun akan memiliki bekal yang lebih baik lagi guna
mempengaruhi orang lain.
Seberapa jauhkah keterampilan mendengar kita selama ini?
Mari kita coba uji dengan mengisi kuis di bawah ini.
1.
Mengapa Kita Harus Mendengar
Mendengar tidak hanya merupakan perilaku yang sopan dan memberikan nilai
yang berharga bagi si pendengar. Kita juga bisa mendapatkan banyak hal.
Banyak alasan
mengapa kita harus mau mendengar:
a.
Membangun kepercayaan.
Orang-orang yang mau mendengarkan ternyata lebih dipercaya
daripada orang-orang yang banyak bicara dan mengobrol. Kepercayaan merupakan
pelumas bagi terjadinya perubahan pemikiran, dan mendengarkan adalah kuncinya.
b.
Kredibilitas.
Jika kita mau sungguh-sungguh mendengar terhadap orang
lain, maka kredibilitas kita pada mereka akan meningkat. Mereka akan mempersepsikan
kita sebagai orang yang memiliki kapabilitas dan akan bisa bekerja bersama
mereka, bukan menyerang mereka. Para pemimpin, pelatih, fasilitator yang hebat
adalah orang-orang yang mampu menjadi pendengar yang baik, dan sebaliknya, para
pendengar yang baik pun memiliki potensi untuk bisa menjadi pemimpin yang
besar.
c.
Dukungan
Pada umumnya orang mengakui bahwa mereka merasa memperoleh
dukungan bila didengar, khususnya saat mereka merasa marah atau gelisah. Dengan
didengar, mereka merasa dihargai dan dipahami. Jadi, jika kita mau mendengar
seseorang, sama artinya dengan kita mengirimkan pesan yang menyatakan “Anda
penting bagi saya. Saya menghargai anda”.
d.
Menjadikan sesuatu
terlaksana
Sebagaimana membangun kepercayaan, mendengar juga
memungkinkan kita mencapai tujuan, karena orang yang didengar akan mau bekerja
sama dengan kita
e.
Informasi
Mendengar memberikan kita banyak informasi yang berguna,
baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang. Dengan memiliki banyak
informasi, maka kita akan dapat mengarahkan apa yang dikatakan orang.
f.
Pertukaran
Jika kita mendengarkan orang lain, maka mereka akan lebih
mendengarkan kita. Sesuai dengan prinsip pertukaran, dukungan kita kepada orang
lain akan membuat mereka juga mendukung kita sehingga akhirnya kita akan bisa
mencapai tujuan.
2.
Kebiasaan Mendengar Yang
Buruk
Mendengar secara buruk sudah menjadi
hal yang umum, namun jarang diperhatikan. Menurut Robertson (1994), ada sepuluh
kebiasaan mendengar yang buruk yang paling umum dilakukan orang. Kesepuluh
kebiasaan tersebut adalah:
a.
Kurang perhatian pada masalah yang
dibicarakan
b.
Perhatian dipusatkan pada
orangnya, bukan pada isi pembicaraan.
c.
Melakukan interupsi.
d.
Memusatkan perhatian pada detail
dan mengabaikan gambaran umum.
e.
Memaksakan mencocokkan ide
pembicara kedalam model mental sendiri.
f.
Menunjukkan bahasa tubuh yang menandakan
ketidaktertarikan
g.
Menciptakan atau membiarkan
terjadinya kebingungan
h.
Mengabaikan apa yang tidak
dipahami
i.
Membiarkan emosi menghalangi
pemahaman materi yang dibicarakan
j.
Mengkhayal, sehingga tidak bisa
mendengar pembicaraan secara utuh.
3.
Kebiasaan Mendengar Yang
Baik
Meskipun kebiasaan mendengar yang
baik sudah merupakan hal umum, namun ada beberapa pola kebiasaan mendengar yang
bisa dilakukan untuk membantu orang lain, termasuk pada akhirnya membantu diri
sendiri.
Kebiasaan mendengar yang baik
tersebut adalah:
a.
Memberikan perhatian penuh.
Berikan perhatian terhadap orang yang sedang berbicara.
Berikan mereka perhatian penuh, tidak hanya dengan telinga, tapi dengan seluruh
badan; menghadaplah pada orang yang sedang berbicara dan tataplah. Lakukan hal
ini dengan sepenuh hati, bukan hanya secara fisik. Jika hati kita benar-benar
terarah untuk memperhatikan, secara otomatis tubuh pun akan mengikuti.
b.
Membantu orang lain
untuk bicara.
Kadang-kadang orang yang berbicara mengalami kesulitan
mengemukakan apa yang ingin ia bicarakan. Mungkin mereka bukan pembicara yang
baik, atau memang sedang mencari cara untk menjelaskan sesuatu yang kompleks.
Kita bisa membantu mereka dan diri kita sendiri dengan dorongan yang positif
(positive encouragement). Jika mereka kurang yakin, doronglah mereka dengan
anggukan, senyuman, dan suara yang positif (misalnya ya...ya, hmm). Perlihatkan
bahwa kita tertarik pada mereka dan jangan pikirkan bahwa mereka tidak cukup
terpelajar/pandai. Jika mereka susah payah dalam mengemukakan suatu konsep,
cobalah bantu mereka mengemukakan apa yang mereka maksudkan dengan menggunakan
kalimat lain. Mengajukan pertanyaan yang positif merupakan suatu pendekatan
yang bagus, baik untuk menguji pemahaman kita sendiri maupun menunjukkan
ketertarikan kita kepada mereka.
c.
Memberi orang lain dukungan
(support).
Mendengar yang baik juga mencakup tindakan yang menunjukkan
bahwa kita penuh perhatian kepada orang lain. Sebagai bagian dari mendengar,
kita seharusnya berusaha untuk membantu orang lain merasa nyaman dengan diri
mereka sendiri. Sikap mendasar untuk memberikan dukungan adalah menghargai dan
menerima semua orang, bahkan saat kita tidak setuju dengan apa yang mereka
katakan atau cara mereka mengatakan sesuatu. Jika kita tidak setuju, maka
ketidaksetujuan kita adalah terhadap argumennya, bukan terhadap orangnya.
Perlihatkan penerimaan kita atas hak mereka untuk berbeda dengan kita.
d.
Mengelola reaksi kita.
Hati-hatilah dengan reaksi kita terhadap apa yang orang lain
katakan. Mudah saja bagi seseorang yang menjadi pendengar untuk menunjukkan
ketidaktertarikannya, menunjukkan bahwa mereka tidak mau mendengarkan kita,
atau menunjukkan bahwa mereka lebih tertarik untuk mengkritik kita. Sebelum
kita berkomentar dan memberikan respons tentang apa yang orang lain katakan,
berhentilah sejenak untuk merenungkan kesimpulan dan prasangka yang ada dalam
diri kita. Pikirkan tentang apa yang akan kita katakan dan efek yang mungkin
ditimbulkannya. Pertimbangkan apakah hal tersebut yang memang ingin kita capai.
4.
Gaya Mendengar
Menurut Barker (1971) dan Watson (1995), ada empat gaya
mendengarkan yang biasanya digunakan orang, tergantung pada kesukaan dan
tujuannya. Keempat gaya mendengar tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Gaya Orientasi Orang
(People-Oriented)
Orang-orang yang people oriented menunjukkan
perhatian yang kuat pada orang lain dan perasaannya. Mereka tergolong external
focus, mendapatkan energinya dari orang lain dan mendapatkan banyak makna dalam
hubungan/relasi, lebih banyak berbicara tentang “kita” daripada “anda” atau
“mereka”.
Orang-orang tipe ini berusaha memahami sejarah kehidupan
orang lain dan menggunakan teknik
“penceritaan diri mereka sendiri” sebagai makna pemahaman. Mereka
memusatkan perhatian pada emosi, berempati, dan melibatkan emosi dalam
argumen-argumennya. Mereka bisa menampilkan diri sebagai orang yang mudah
dikritik dan akan menggunakannya untuk menunjukkan bahwa mereka tidak
berbahaya.
Orang dengan tipe ini bisa mendapat masalah bila mereka
terlibat terlalu mendalam dengan orang lain. Hal ini bisa mengganggu kepekaan
mereka dalam membuat keputusan maupun kemampuan untuk membedakan. Mereka bisa
berhubungan sangat erat dengan orang lain yang mengakibatkan mereka tidak dapat
melihat secara objektif keterbatasan dan kesalahannya, dan bisa jatuh kedalam
hubungan yang tidak bijaksana. Mereka juga akan tampak sebagai orang yang turut
campur saat berusaha menjalin hubungan dengan orang lain yang tidak begitu
berorientasi pada hubungan.
b.
Gaya Orientasi Isi
(Content-Oriented)
Orang dengan gaya orientasi isi lebih tertarik dengan apa
yang dikatakan daripada siapa yang berkata atau apa yang mereka rasakan. Mereka
menilai orang lain berdasarkan pada seberapa kredibel mereka dan akan berusaha
menguji keahlian dan keadaan yang sebenarnya dari orang tersebut.
Orang tipe ini memusatkan perhatian pada fakta dan bukti
dan senang menyelidiki detail. Mereka berhati-hati dalam melakukan asesmen,
berusaha mencari tahu hubungan sebab akibat, dan mencari bukti sebelum menerima
apa pun sebagai hal yang benar.
Orang-orang ini bisa menghadapi masalah bila mereka menolak
ide-ide dan harapan-harapan orang lain serta menolak informasi karena belum
memiliki cukup bukti yang mendukung.
c.
Gaya Orientasi Tindakan
(Action-Oriented)
Pendengar yang berorientasi tindakan memusatkan perhatian
pada apa yang akan dilakukan, tindakan apa yang akan terjadi, kapan, dan siapa
yang akan melakukannya. Mereka mencari jawaban atas pertanyaan “lalu apa?” dan
mencari tahu rencana tindakan. Mereka menyukai penjelasan yang gamblang,
ringan, dan jawaban yang didasarkan pada bukti nyata/konkret.
Orang dengan tipe ini bisa tidak sabar dan meminta
pembicara agar segera menyampaikan kesimpulan. Mereka juga bisa mengkritik
orang yang berbicara tentang gambaran besar sesuatu atau berbicara tentang
ide-ide dan konsep-konsep. Hal ini bisa menyebabkan mereka untuk terlalu
memusatkan perhatian pada pengendalian dan kurang memperhatikan kesejahteraan/kenyamanan
orang lain.
d.
Gaya Orientasi Waktu
(Time-Oriented)
Orang dengan gaya ini “mempunyai mata yang terus terpaku
pada jam”. Mereka mengatur hari-hari mereka kedalam bagian-bagian yang rapi dan
mengalokasikan waktunya untuk mendengar, dan akan sangat mempermasalahkan bila sesinya
melewati batas waktu.
Orang tipe ini mengelola waktunya dengan berbicara tentang
ketersediaan waktu dan mencari jawaban-jawaban singkat terhadap permasalahan
yang ada. Hal ini bisa menjengkelkan orang lain yang memusatkan perhatian pada
elemen orang dan ingin bersama-sama selama mungkin.
Bila kita dapat mengenali gaya mendengar kita sendiri dan juga orang lain, serta mengenali tingkat
keterampilannya sendiri dalam mendengar,
maka ia akan bisa memperkirakan seberapa jauh pemahamannya terhadap apa yang
mereka sampaikan dan sebaliknya. Dengan demikian, ia pun akan dapat merancang
strategi yang lebih tepat dalam memberdayakan mereka untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
Sumber :
__ 2008. Pengenalan
Diri. Jakarta. Direktorat Tenaga
Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Departemen
Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar