SELAMAT BERGABUNG DENGAN BLOG PENGAWAS DAN GURU PROFESIONAL

SELAMAT BERGABUNG DENGAN BLOG KAMI,SEMOGA BERMANFAAT

Minggu, 27 Maret 2011

Cara Mempengaruhi Orang Lain secara Positif

Setiap orang yang melaksanakan fungsi kepemimpinan harus mampu memberdayakan orang lain agar mau melakukan upaya-upaya untuk mencapai tujuan organisasi. Memberdayakan berarti “memasukkan daya ke dalam”, atau “menyalurkan energi dan antusiasme”. Dengan perkataan lain, member- dayakan berarti membuat usaha yang sistematis dan berkesinambungan untuk memberi orang lain informasi, pengetahuan, dukungan, dan kesempatan yang lebih banyak guna melatih kekuatan mereka untuk meraih keberhasilan. Maka tahap pertama dalam memberdayakan orang lain adalah menjaga agar jangan sampai mengulang melakukan apapun yang bisa membuat mereka merasa tak berdaya atau yang mengurangi energi dan antusiasme mereka atas apa yang mereka lakukan.
Sebelum membahas lebih jauh tentang upaya memberdayakan orang lain, marilah kita evaluasi dulu, apakah kita selama ini sudah cukup memberdayakan orang lain.
A. Memberdayakan Orang Lain
Kebutuhan yang paling mendalam dari masing-masing orang adalah harga diri, merasa dianggap penting, bernilai, dan bermanfaat. Apa pun yang kita lakukan dalam interaksi dengan mereka, pasti akan mempengaruhi harga diri mereka. Kita harus mempunyai kerangka acuan yang sangat tepat untuk menentukan segala sesuatu yang dapat kita lakukan untuk  mendorong harga diri mereka, dan karenanya juga memunculkan perasaan kekuatan pribadi mereka. Berikanlah kepada mereka apa yang kita sukai bagi diri kita sendiri.
Tiga hal sederhana yang dapat kita lakukan setiap hari untuk memberdayakan orang lain dan membuat mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri akan diuraikan di bawah ini.
1)      Apresiasi (Appreciation)
Mungkin hal paling sederhana untuk membuat orang lain merasa nyaman dengan dirinya sendiri adalah ekspresi kita yang berkesinambungan atas segala hal yang mereka lakukan, besar maupun kecil. Katakan “terima kasih” dalam setiap kesempatan yang sesuai.
Makin banyak kita mengucapkan terima kasih atas apa yang mereka lakukan untuk kita, makin banyak hal yang akan mereka lakukan. Setiap saat kita berterima kasih pada mereka, kita telah menjadikan mereka merasa lebih baik. Kita membangkitkan rasa harga diri mereka dan meningkatkan self-image mereka. Kita membuat mereka merasa dipentingkan. Kita membuat mereka merasa bahwa mereka berharga dan berguna. Kita telah memberdayakan mereka.
Bila kita mengembangkan sikap penghargaan yang mengalir dengan tulus dari diri kita kedalam seluruh interaksi kita dengan orang lain, kita akan sangat terkejut dengan kenyataan mengenai betapa populernya kita dan betapa orang lain sangat berhasrat untuk membantu kita dalam melakukan apa pun yang kita kerjakan.
2)      Pendekatan (Approach)
Cara kedua untuk membuat orang menjadi merasa dipentingkan, untuk meningkatkan harga diri mereka, dan memberikan mereka rasa kekuatan dan berenergi adalah dengan banyak menggunakan pujian dan pendekatan. Ken Blanchard (Brian, 2007) menyarankan untuk memberikan “pujian satu menit” pada setiap kesempatan. Jika kita memberikan pujian dan pendekatan yang jujur dan tulus kepada orang lain atas prestasi mereka, besar maupun kecil, kita akan dikejutkan dengan kenyataan betapa banyaknya orang yang menyukai kita dan betapa banyaknya orang yang dengan sukarela mau membantu kita mencapai tujuan.
Ada hukum resiproksitas psikologis yang menyatakan “jika anda merasa baik tentang diri saya, maka saya akan menemukan cara untuk membuat anda merasa baik tentang diri anda”. Dengan perkataan lain, orang akan selalu mencari cara membalas kebaikan kita kepada mereka. Jika kita mencari setiap kesempatan untuk melakukan dan mengatakan sesuatu yang membuat orang lain merasa nyaman tentang diri mereka, kita akan heran dengan tidak hanya bagaimana senangnya perasaan kita, tapi juga heran dengan hal-hal menakjubkan yang mulai terjadi di sekitar kita.
3)      Perhatian (Atention)
Cara ketiga untuk memberdayakan orang lain, membangun harga diri, dan membuat mereka merasa penting adalah memberikan perhatian penuh terhadap mereka saat mereka bicara. Sebagian besar orang sangat disibukkan dengan usaha untuk didengar, yang membuat mereka jadi tidak sabar saat orang lain bicara. Ingatlah, satu kegiatan paling penting yang harus dilakukan dari waktu ke waktu adalah mendengarkan secara sungguh-sungguh terhadap orang lain saat mereka berbicara atau mengeksresikan diri.
B. Mendengarkan Orang Lain (Listening)
Menjadi pendengar yang baik merupakan salah satu syarat mutlak bagi seorang pengawas untuk bisa memiliki pengaruh terhadap kepala sekolah, guru, dan staf sekolah lainnya. Dengan memiliki pengaruh, seorang pengawas memiliki bekal yang lebih baik untuk memberdayakan para perangkat sekolah tersebut sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Apa yang ada pada tubuh kita sebenarnya sudah menggambarkan bagaimana seharusnya kita menggunakannya secara bijak agar bisa memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Sebagai contoh, kita memiliki satu mulut dan dua telinga, artinya kita dituntut untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara.
Sayangnya, kita tidak terbiasa untuk terampil menggunakan telinga kita untuk mendengar lebih banyak daripada berbicara. Padahal, dengan banyak mendengar, akan makin banyak pula informasi yang kita dapatkan. Dengan banyak informasi, kita pun akan memiliki bekal yang lebih baik lagi guna mempengaruhi orang lain.
Seberapa jauhkah keterampilan mendengar kita selama ini? Mari kita coba uji dengan mengisi kuis di bawah ini.
1.       Mengapa Kita Harus Mendengar
            Mendengar tidak hanya merupakan perilaku yang sopan dan memberikan nilai yang berharga bagi si pendengar. Kita juga bisa mendapatkan banyak hal.
      Banyak alasan mengapa kita harus mau mendengar:
a.      Membangun kepercayaan.
Orang-orang yang mau mendengarkan ternyata lebih dipercaya daripada orang-orang yang banyak bicara dan mengobrol. Kepercayaan merupakan pelumas bagi terjadinya perubahan pemikiran, dan mendengarkan adalah kuncinya.
b.      Kredibilitas.
Jika kita mau sungguh-sungguh mendengar terhadap orang lain, maka kredibilitas kita pada mereka akan meningkat. Mereka akan mempersepsikan kita sebagai orang yang memiliki kapabilitas dan akan bisa bekerja bersama mereka, bukan menyerang mereka. Para pemimpin, pelatih, fasilitator yang hebat adalah orang-orang yang mampu menjadi pendengar yang baik, dan sebaliknya, para pendengar yang baik pun memiliki potensi untuk bisa menjadi pemimpin yang besar.
c.       Dukungan
Pada umumnya orang mengakui bahwa mereka merasa memperoleh dukungan bila didengar, khususnya saat mereka merasa marah atau gelisah. Dengan didengar, mereka merasa dihargai dan dipahami. Jadi, jika kita mau mendengar seseorang, sama artinya dengan kita mengirimkan pesan yang menyatakan “Anda penting bagi saya. Saya menghargai anda”.
d.      Menjadikan sesuatu terlaksana
Sebagaimana membangun kepercayaan, mendengar juga memungkinkan kita mencapai tujuan, karena orang yang didengar akan mau bekerja sama dengan kita
e.       Informasi
Mendengar memberikan kita banyak informasi yang berguna, baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang. Dengan memiliki banyak informasi, maka kita akan dapat mengarahkan apa yang dikatakan orang.
f.        Pertukaran
Jika kita mendengarkan orang lain, maka mereka akan lebih mendengarkan kita. Sesuai dengan prinsip pertukaran, dukungan kita kepada orang lain akan membuat mereka juga mendukung kita sehingga akhirnya kita akan bisa mencapai tujuan.
2.       Kebiasaan Mendengar Yang Buruk
            Mendengar secara buruk sudah menjadi hal yang umum, namun jarang diperhatikan. Menurut Robertson (1994), ada sepuluh kebiasaan mendengar yang buruk yang paling umum dilakukan orang. Kesepuluh kebiasaan tersebut adalah:
a.       Kurang perhatian pada masalah yang dibicarakan
b.      Perhatian dipusatkan pada orangnya, bukan pada isi pembicaraan.
c.       Melakukan interupsi.
d.      Memusatkan perhatian pada detail dan mengabaikan gambaran umum.
e.       Memaksakan mencocokkan ide pembicara kedalam model mental sendiri.
f.       Menunjukkan bahasa tubuh yang menandakan ketidaktertarikan
g.      Menciptakan atau membiarkan terjadinya kebingungan
h.      Mengabaikan apa yang tidak dipahami
i.        Membiarkan emosi menghalangi pemahaman materi yang dibicarakan
j.        Mengkhayal, sehingga tidak bisa mendengar pembicaraan secara utuh.
3.       Kebiasaan Mendengar Yang Baik
            Meskipun kebiasaan mendengar yang baik sudah merupakan hal umum, namun ada beberapa pola kebiasaan mendengar yang bisa dilakukan untuk membantu orang lain, termasuk pada akhirnya membantu diri sendiri.
            Kebiasaan mendengar yang baik tersebut adalah:
a.      Memberikan perhatian penuh.
Berikan perhatian terhadap orang yang sedang berbicara. Berikan mereka perhatian penuh, tidak hanya dengan telinga, tapi dengan seluruh badan; menghadaplah pada orang yang sedang berbicara dan tataplah. Lakukan hal ini dengan sepenuh hati, bukan hanya secara fisik. Jika hati kita benar-benar terarah untuk memperhatikan, secara otomatis tubuh pun akan mengikuti.
b.      Membantu orang lain untuk  bicara.
Kadang-kadang orang yang berbicara mengalami kesulitan mengemukakan apa yang ingin ia bicarakan. Mungkin mereka bukan pembicara yang baik, atau memang sedang mencari cara untk menjelaskan sesuatu yang kompleks. Kita bisa membantu mereka dan diri kita sendiri dengan dorongan yang positif (positive encouragement). Jika mereka kurang yakin, doronglah mereka dengan anggukan, senyuman, dan suara yang positif (misalnya ya...ya, hmm). Perlihatkan bahwa kita tertarik pada mereka dan jangan pikirkan bahwa mereka tidak cukup terpelajar/pandai. Jika mereka susah payah dalam mengemukakan suatu konsep, cobalah bantu mereka mengemukakan apa yang mereka maksudkan dengan menggunakan kalimat lain. Mengajukan pertanyaan yang positif merupakan suatu pendekatan yang bagus, baik untuk menguji pemahaman kita sendiri maupun menunjukkan ketertarikan kita kepada mereka.
c.       Memberi orang lain dukungan (support).
Mendengar yang baik juga mencakup tindakan yang menunjukkan bahwa kita penuh perhatian kepada orang lain. Sebagai bagian dari mendengar, kita seharusnya berusaha untuk membantu orang lain merasa nyaman dengan diri mereka sendiri. Sikap mendasar untuk memberikan dukungan adalah menghargai dan menerima semua orang, bahkan saat kita tidak setuju dengan apa yang mereka katakan atau cara mereka mengatakan sesuatu. Jika kita tidak setuju, maka ketidaksetujuan kita adalah terhadap argumennya, bukan terhadap orangnya. Perlihatkan penerimaan kita atas hak mereka untuk berbeda dengan kita.
d.      Mengelola reaksi kita.
Hati-hatilah dengan  reaksi kita terhadap apa yang orang lain katakan. Mudah saja bagi seseorang yang menjadi pendengar untuk menunjukkan ketidaktertarikannya, menunjukkan bahwa mereka tidak mau mendengarkan kita, atau menunjukkan bahwa mereka lebih tertarik untuk mengkritik kita. Sebelum kita berkomentar dan memberikan respons tentang apa yang orang lain katakan, berhentilah sejenak untuk merenungkan kesimpulan dan prasangka yang ada dalam diri kita. Pikirkan tentang apa yang akan kita katakan dan efek yang mungkin ditimbulkannya. Pertimbangkan apakah hal tersebut yang memang ingin kita capai.
4.       Gaya Mendengar
Menurut Barker (1971) dan Watson (1995), ada empat gaya mendengarkan yang biasanya digunakan orang, tergantung pada kesukaan dan tujuannya. Keempat gaya mendengar tersebut adalah sebagai berikut:
a.      Gaya Orientasi Orang (People-Oriented)
Orang-orang yang people oriented menunjukkan perhatian yang kuat pada orang lain dan perasaannya. Mereka tergolong external focus, mendapatkan energinya dari orang lain dan mendapatkan banyak makna dalam hubungan/relasi, lebih banyak berbicara tentang “kita” daripada “anda” atau “mereka”.
Orang-orang tipe ini berusaha memahami sejarah kehidupan orang lain dan menggunakan teknik  “penceritaan diri mereka sendiri” sebagai makna pemahaman. Mereka memusatkan perhatian pada emosi, berempati, dan melibatkan emosi dalam argumen-argumennya. Mereka bisa menampilkan diri sebagai orang yang mudah dikritik dan akan menggunakannya untuk menunjukkan bahwa mereka tidak berbahaya.
Orang dengan tipe ini bisa mendapat masalah bila mereka terlibat terlalu mendalam dengan orang lain. Hal ini bisa mengganggu kepekaan mereka dalam membuat keputusan maupun kemampuan untuk membedakan. Mereka bisa berhubungan sangat erat dengan orang lain yang mengakibatkan mereka tidak dapat melihat secara objektif keterbatasan dan kesalahannya, dan bisa jatuh kedalam hubungan yang tidak bijaksana. Mereka juga akan tampak sebagai orang yang turut campur saat berusaha menjalin hubungan dengan orang lain yang tidak begitu berorientasi pada hubungan.

b.      Gaya Orientasi Isi (Content-Oriented)
Orang dengan gaya orientasi isi lebih tertarik dengan apa yang dikatakan daripada siapa yang berkata atau apa yang mereka rasakan. Mereka menilai orang lain berdasarkan pada seberapa kredibel mereka dan akan berusaha menguji keahlian dan keadaan yang sebenarnya dari orang tersebut.
Orang tipe ini memusatkan perhatian pada fakta dan bukti dan senang menyelidiki detail. Mereka berhati-hati dalam melakukan asesmen, berusaha mencari tahu hubungan sebab akibat, dan mencari bukti sebelum menerima apa pun sebagai hal yang benar.
Orang-orang ini bisa menghadapi masalah bila mereka menolak ide-ide dan harapan-harapan orang lain serta menolak informasi karena belum memiliki cukup bukti yang mendukung.

c.       Gaya Orientasi Tindakan (Action-Oriented)
Pendengar yang berorientasi tindakan memusatkan perhatian pada apa yang akan dilakukan, tindakan apa yang akan terjadi, kapan, dan siapa yang akan melakukannya. Mereka mencari jawaban atas pertanyaan “lalu apa?” dan mencari tahu rencana tindakan. Mereka menyukai penjelasan yang gamblang, ringan, dan jawaban yang didasarkan pada bukti nyata/konkret.
Orang dengan tipe ini bisa tidak sabar dan meminta pembicara agar segera menyampaikan kesimpulan. Mereka juga bisa mengkritik orang yang berbicara tentang gambaran besar sesuatu atau berbicara tentang ide-ide dan konsep-konsep. Hal ini bisa menyebabkan mereka untuk terlalu memusatkan perhatian pada pengendalian dan kurang memperhatikan kesejahteraan/kenyamanan orang lain.
d.      Gaya Orientasi Waktu (Time-Oriented)
Orang dengan gaya ini “mempunyai mata yang terus terpaku pada jam”. Mereka mengatur hari-hari mereka kedalam bagian-bagian yang rapi dan mengalokasikan waktunya untuk mendengar, dan akan sangat mempermasalahkan bila sesinya melewati batas waktu.
Orang tipe ini mengelola waktunya dengan berbicara tentang ketersediaan waktu dan mencari jawaban-jawaban singkat terhadap permasalahan yang ada. Hal ini bisa menjengkelkan orang lain yang memusatkan perhatian pada elemen orang dan ingin bersama-sama selama mungkin.
Bila kita dapat mengenali gaya mendengar kita sendiri dan juga orang lain, serta mengenali tingkat keterampilannya sendiri dalam  mendengar, maka ia akan bisa memperkirakan seberapa jauh pemahamannya terhadap apa yang mereka sampaikan dan sebaliknya. Dengan demikian, ia pun akan dapat merancang strategi yang lebih tepat dalam memberdayakan mereka untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Sumber  :
__ 2008. Pengenalan Diri.  Jakarta. Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu  Pendidik Dan Tenaga Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar