SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Seperti telah disebutkan di muka, psikologi
pendidikan adalah cabang psikologi. Karena psikolgi sebagai ilmu pengetahuan
masih muda usianya, maka psikologi pendidikan sebagai cabangnya lebih-lebih
masih muda usianya. Berhubung dengan itu, ia masih dalam proses perkembangan; di
sana sini masih
banyak problem yang masih memerlukan pemecahannya; masih banyak hal-hal yang
masih perlu pengembangannya. Akan tetapi, walaupun ditinjau dari segi ilmu
pengetahuan usianya masih sangat muda, akan tetapi pemikirannya (dalam arti
yang menyangkut pendidikan dan problem jiwa) telah dipikirkan oleh orang sejak
dahulu kala. Demikianlah misalnya, sampai ada yang mengatakan bahwa saat
timbulnya yang mula-mula tentang psikologi pendidikan dapat diikuti jejaknya
kembali pada Aristoteles. Bahwa Aristoteles sebagai seorang filsuf telah
menyusun periode-periode perkembangan anak, sifat-sifat anak menurut periode
dan bentuk pendidikan yang perlu diselenggarakan sesuai dengan periode-periode
itu. Walaupun demikian, tentu saja pemikirannya baru merupakan pemikiran secar
filsafat, belum merupakan pemikiran psikologi pendidikan.
Upaya-upaya yang
bersifat semi ilmiah dipelopori oleh para pendidik, seperti Pestalozzi,
Herbart, Frobel dan sebagainya. Mereka itu sering dikatakan sebagai pendidik
yang mempsikologikan pendidikan, yaitu dalam wujud upaya memperbaharui
pendidikan dengan melalui bahan-bahan yang sesuai dengan tingkat usia, metode
yang sesuai dengan bahan yang diajarkan dan sebagainya, dengan mempertimbangkan
tingkat-tingkat usia dan kemampuan anak didik. Pestalozzi misalnya, dengan
upayanya itu kemudian sampai pula pada pola tujuan pendidikannya, yang disusun
dengan “bahasa” psikologi pendidikan; dikatakan olehnya bahwa tujuan pendidikan
adalah tercapainya perkembangan anak yang serasi mengenai tenaga dan daya-daya
jiwa. Adapun Frobel Menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya
kepribadian melalui perkembangan sendiri, akativitas dan kerja sama social
dengan semboyan “belajar sambil bekerja”. Herbart bahkan telah menyusun pola
rangkaian cara menyampaikan bahan pelajaran, berturut-turut: persiapan,
penyajian, asosiasi, generalisasi dan aplikasi. Tentu saja sifat dan luasnya
usaha yang mereka hasilkan dan sumbangkan sesuai dengan zamannya, yaitu bahwa
psikologi sebenarnya pada zaman itu belum berdiri sebagai ilmu pengetahuan yang
otonom.
Akhir abat 19
penelitian-penelitian dalam lapangan psikologi pendidikan secara ilmiah sudah
semakin maju. Di Eropa Ebbinghaus mempelajari aspek daya ingatan dalam
hubungannya dengan proses pendidikan. Dengan penelitiannya itu misalnya
terkenallah Kurve Daya Ingatan, yang menggambarkan, bahwa kemampuan mengingat
mengenai sejumlah objek kesan-kesannya semakin lama semakin berkurang
(menurun), akan tetapi tidaklah hilang sama sekali.
Pada awal abad 20 pemerintah Prancis merasa perlu
untuk mengetahui prestasi belajar para pelajar, yang dirasa semakin menurun.
Pertanyaannya yang ingin dijawap, apakah prestasi belajar itu semata-mata hanya
tergantung pada soal rajin
dan malasnya si pelajar, ataukah ada factor kejiwaan atau mental yang ikut
memegang peranan. Maka untuk memecahkan problem itu ditunjuklah seorang ahli
psikologi yang bernama Alfred Binet, Dengan bantuan Theodore Simon, mereka
menyusun sejumlah tugas yang terbentuk dalam sebuah tes baku untuk mengetahui
inteligensi para pelajar. Tes ini kemudian dikenal dengan tes Inteligensi. Tes
inteligensi Binet-Simon ini sangat terkenal, yang kemudian banyak dipakai di
Amerika Serikat, yang di negri itu mengalami revisi berkali-kali untuk mendapat
tingkat kesesuaiannya dengan masyarakat atau orang-orang Amerika. Di antara
para ahli yang mengambil bagian dalam revisi-revisi itu misalnya : Stern,
Terman, Merril dan sebaagainya.
Perlu juga diketahui, bahwa laboratorium ciptaan
Wundt di Leipzig juga tidak hanya melakukan aktivitas penelitian yang bersifat “psikologi umum”, melainkan juga
memegang peranan dalam psikologi pendidikan. Banyak orang Amerika yang belajar
di Leipzig kepada Wundt. Akibatnya setelah mereka mengembangkan psikologi itu
di negaranya, termasuk psikologi pendidikan. Terkenallah psikologi pendidikan
di Amerika misalnya Charles H. Judd, E.L. Thorndike, B.F. Skinner dan
sebagainya. Orang-orang ini sangat besar pengaruhnya terhadap pendidikan di
Amerika Serikat. Terutama E.L. Thorndike, sehingga ia dipandang sebagai Bapak
Psikologi Pendidikan di Amerika Serikat. Menurut seorang pakar psikiatri dan
psikologi Amerika Serikat yang bernama Perry London, yang telah meneliti
tentang penggunaan jasa psikologi di Amerika Serikat, yang menggunakan jasa
psikologi bagi lapangan-lapangan tertentu adalah : 25% merupakan para pendidik,
25% ahli psikologi klinis dan konsultan, 16% merupakan para peneliti psikologi
sendiri, sedang yang 34% tersebar pada lapangan atau pakar yang lain.
Di Indonesia psikologi pada umumnya dan psikologi pendidikan pada
khususnya sedang dalam proses perkembangan yang cepat. Pada mata pelajaran,
misalnya di sekolah calon guru (HK, HIK, Hoofd Acted an sebagainya). Setelah
merdeka dan dengan berdirinya Fakultas Psikologi di beberapa Universitas serta
berdirinya FKIP atau IKIP di berbagai kota, maka psikologi pada umumnya atau
psikologi pendidikan khususnya, tidak hanya dipelajari sebagai mata kuliah,
melainkan juga diteliti sebagai ilmu pengetahuan. Hal ini memang amat perlu,
karena psikologi atau psikologi pendidikan yang didasarkan penelitiannya pada
orang-orang barat belum tentu sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.Sumber :
Ahmadi, Abu dan
Supriyono Widodo. 1990. Psikologi
Belajar (Jakarta:Rineka Cipta).
Abror, Rachman.1993. Psikologi Pendidikan (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar